Entri Populer

Jumat, 22 Januari 2010



Gunung Muria

Setelah lelah berkeliling Kota Kudus, silakan mampir untuk menikmati kesejukan Gunung Muria. Gunung Muria terletak 18 km sebelah utara Kota Kudus dan memiliki ketinggian kurang lebih 1700 m. diatas permukaan air laut Selain menampilkan pemandangan khas pegunungan yang indah, keberadaan makam Sunan Muria, air terjun Montel serta bumi perkemahan Hajar semakin menjadi pelengkap tempat ini sebagai salah satu tujuan tempat wisata.

Tempat penginapan sederhana namun lumayan bersih tersedia di shelter terakhir perparkiran mobil. Hotel Pesanggrahan adalah hotel yang dimiliki oleh Pemerintah dan bisa dipakai untuk umum dengan biaya antara Rp 10.000,- sampai dengan Rp 44.000,-. Jika anda ingin menemukan tantangan yang lebih besar, anda bisa mendaki ke Puncak songolikur ( 29 ) yang terletak di atas air terjun Monthel, bisa dipandu oleh pemandu setempat.

Kamis, 21 Januari 2010


KUDUS, PRESTASI DAN PRESTISE
Ada banyak sekali alasan bagi warga Kudus untuk merasa bangga karena telah terlahir ataupun tinggal di Kudus. Menjadi warga Kudus adalah kebanggaan. Betapa tidak? Kudus adalah kota kecil yang memiliki pesona menakjubkan.
Tak heran jika kita bertemu dengan orang Kudus, hal pertama yang ia ceritakan adalah tentang prestasi dan prestise yang dimiliki oleh kota itu. Kudus adalah Kota Wali. Predikat itu disandang oleh Kudus karena di daerah itu pernah hidup dua tokoh besar penyebar agama Islam Nusantara. Dua orang tersebut tak lain adalah wali yang tergabung dalam Walisongo, yakni Syaikh JaĆ­far Shodiq (Sunan Kudus) dan Syaikh Raden Umar Said (Sunan Muria).
Makam Sunan Kudus dan Sunan Muria hingga sekarang selalu ramai dikunjungi oleh para peziarah dari berbagai penjuru. Di samping dua orang wali itu, ada lagi para ulama Kudus lainnya yang juga dikenal sebagai wali, semisal Kiai Raden Asnawi dan Kiai Turaichan Adjuri Asy-Sayrofi.
Kiai Raden Asnawi adalah salah seorang pendiri organisasi sosial keagamaan Islam terbesar di Indonesia dan bahkan di dunia, yakni Nahdlatul Ulama (NU). NU memang dilahirkan oleh para ulama besar di Tanah Air pada 1926. Peran Kiai Raden Asnawi dalam mendirikan NU selama ini agak dilupakan, padahal beliau termasuk salah seorang tokoh kunci dalam upaya pendirian hingga penyebaran NU di Indonesia.
Jejak perjalanan hidup Kiai Raden Asnawi menunjukkan bahwa beliau adalah seorang tokoh besar Islam yang mencintai negaranya, Indonesia Raya. Gubahan syair karya Kiai Raden Asnawi yang terkenal hingga sekarang adalah "Shalawat Asnawiyah". Apabila kita mau menyimak syair tersebut, maka akan terlihat betapa Kiai Asnawi sangat mencintai Indonesia. Dalam syair tersebut terdapat doa yang khusus untuk Indonesia.
Adapun Kiai Turaichan Adjuri Asy-Sayrofi dikenal secara luas oleh masyarakat Islam di seluruh dunia sebagai seorang ulama ahli ilmu falak. Tingkat keilmuan Kiai Turaichan di bidang ilmu falak sangat tinggi dan beliau mumpuni; bahkan saat beliau wafat, cukup banyak para ulama Timur Tengah datang ikut melayat.

back

Makam Sunan Muria
Raden Umar Syaid, atau Raden Said yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Sunan Muria adalah salah seorang dari kesembilan wali yang terkenal di Jawa. Dalam riwayat dikatakan bahwa beliau adalah putera dari Sunan Kalijaga, nama kecilnya ialah Raden Prawoto, dalam perkawinannya dengan Dewi Soejinah putri Sunan Ngudung, jadi kakak dari Sunan Kudus, Sunan Muria memperoleh seorang putera yang diberi nama Pangeran Santri, dan kemudian mendapat julukan dengan : Sunan Ngadilungu.

Sunan Muria juga terhitung salah seorang penyokong dari kerajaan Bintoro yang setia, disamping ikut pula mendirikan masjid Demak., semasa hidupnya dalam menjalankan dakwah ke-Islam-an, yang menjadi daerah operasinya terutama adalah di desa-desa yang jauh letaknya dari kota pusat keramaian. Beliau lebih suka menyendiri dan bertempat tinggal di desa, bergaul serta hidup di tengah-tengah rakyat jelata. Sunan Muria lebih suka mendidik rakyat jelata tentang agama Islam disepanjang lereng Gunung Muria yang terletak 18 Km jauhnya di sebelah utara kota Kudus, Jawa Tengah.

Cara beliau menjalankan dakwah ke-Islam-an adalah dengan jalan mengadakan kursus-kursus terhadap kaum dagang, nelayan, pelaut dan rakyat jelata.Beliaulah kabarnya yang mempertahankan tetap berlangsungnya gamelan sebagai satu-satunya seni Jawa yang sangat digemari rakyat serta dipergunakannya untuk memasukkan rasa ke-Islam-an ke dalam jiwa rakyat untuk mengingat kepada Tuhan Yang Maha Esa. Disamping itu beliau adalah pencipta dari gending "Sinom dan Kinanti". Kini beliau dikenal dengan sebutan Sunan Muria, oleh karena beliau dimakamkan diatas gunung Muria, termasuk dalam daerah kerajaan
Kudus.

back

Tentang Kudus Sebagai Kota Wisata
Kudus adalah Kota Wisata. Daerah itu menghadirkan beragam jenis wisata yang bisa ditawarkan untuk menarik para wisatawam. Ada wisata religi berupa situs makam Sunan Kudus, makam Sunan Muria, makam Sunan Kedu, makam Syaikh Hasan Syadzili, makam Kiai The Ling Sing, makam Kiai Raden Asnawi, makam Kiai Turaichan Adjuri Asy Syarofi, Masjid Al-Aqsho, serta Menara Kudus, Masjid Sunan Muria, dan Masjid Agung.
Ada pula wisata pendidikan, di antaranya Museum Kretek, perpustakaan daerah, dan perpustakaan Islam Kudus. Kemudian tak kalah penting adalah wisata hiburan, di antaranya wisata pegunungan Muria, Petilasan dan Lereng Pegunungan Rahtawu, Puncak Songolikur, Air Terjun Montel, Air Tiga Rasa, Taman Pesanggrahan Colo, Hutan Wisata dan Bumi Perkemahan Kajar, Taman Kridawisata, serta Tugu Identitas Kudus.
Untuk wisata kuliner, di Kudus terdapat cukup banyak tempat yang menghadirkan berbagai macam makanan khas, seperti Soto Ayam, Soto Kerbau, Sate Kerbau, Lentog Tanjung, dan beraneka ragam jenang. Kemudian untuk wisata olah raga, di Kudus terdapat Gedung Olah Raga Bulu Tangkis yang megah dan terbesar di Asia Tenggara. Pada saat kota-kota lain di Jawa Tengah belum memiliki supermarket dan mal, warga Kudus dapat berbangga diri karena telah memilikinya.
Kudus adalah kota dengan sembilan kecamatan yang indah, rapi, dan bersih. Tak heran Kudus pernah berhasil menyabet penghargaan Adipura Kencana sebagai kota terbersih.

back

Mesjid Menara Kudus

Masjid Menara Kudus Kesinambungan Arsitektur Jawa-Hindu dan Islam




SEBAGAI salah satu tempat awal penyebaran Islam di Pulau Jawa, Kota Kudus banyak menyimpan peninggalan sejarah Islam. Salah satu yang terpenting adalah Masjid Menara Kudus yang terletak di Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah. Masjid tersebut telah menjadi salah satu tempat bersejarah yang penting bagi umat Islam di Jawa.

MASJID yang menurut sejarah didirikan pada tahun 956 Hijriah atau 1549 Masehi ini memiliki nama asli Masjid Al-Aqsa. Konon, Ja’far Sodiq atau yang kemudian dikenal sebagai Sunan Kudus pernah membawa kenangan berupa sebuah batu dari Baitul Maqdis di Palestina untuk batu pertama pendirian masjid yang diberi nama masjid Al-Aqsa. Masjid tersebut kemudian lebih populer dengan sebutan masjid Menara Kudus, merujuk pada menara candi di sisi timur bangunan utama.

Yang paling monumental dari bangunan masjid ini adalah menara berbentuk candi bercorak Hindu Majapahit, bukan pada ukurannya yang besar saja, tetapi juga keunikan bentuknya yang tak mudah terlupakan. Bentuk ini tidak akan kita temui kemiripannya dengan berbagai menara masjid di seluruh dunia.

Keberadaannya yang tanpa-padanan karena bentuk arsitekturalnya yang sangat khas untuk sebuah menara masjid itulah yang menjadikannya begitu mempesona. Dengan demikian bisa disebut menara masjid ini mendekati kualitas genius locy.



Bercorak Candi – Menara Masjid Kudus merupakan bangunan menara masjid paling unik di Kota Kudus karena bercorak Candi Hindu Majapahit. (Fotografer: Indra Yudha).

Bangunan menara berketinggian 18 meter dan berukuran sekitar 100 m persegi pada bagian dasar ini secara kuat memperlihatkan sistem, bentuk, dan elemen bangunan Jawa-Hindu. Hal ini bisa dilihat dari kaki dan badan menara yang dibangun dan diukir dengan tradisi Jawa-Hindu, termasuk motifnya. Ciri lainnya bisa dilihat pada penggunaan material batu bata yang dipasang tanpa perekat semen, namun konon dengan dengan digosok-gosok hingga lengket serta secara khusus adanya selasar yang biasa disebut pradaksinapatta pada kaki menara yang sering ditemukan pada bangunan candi.

Teknik konstruksi tradisional Jawa juga dapat dilihat pada bagian kepala menara yang berbentuk suatu bangunan berkonstruksi kayu jati dengan empat soko guru yang menopang dua tumpuk atap tajuk. Sedangkan di bagian puncak atap tajuk terdapat semacam mustoko (kepala) seperti pada puncak atap tumpang bangunan utama masjid-masjid tradisional di Jawa yang jelas merujuk pada elemen arsitektur Jawa-Hindu.

***

GH Pijper dalam The Minaret in Java (India Antiqua, Leiden, 1947) mengaitkan struktur bangunan Hindu Jawa pada menara tersebut, sebagaimana pernah diungkap sarjana JFG Brumund pada tahun 1868. Dikemukakan pula bahwa menara itu mengingatkan pada menara kul-kul di Bali. Adanya kesamaan dengan menara kul-kul Bali ini kembali ditegaskan AJ Bernet Kempers dalam bukunya Ancient Indonesia Art (1953).

Hampir semua pakar dan peneliti dari dalam negeri juga sepakat menara ini jelas bercorak bangunan candi atau menara kul-kul Bali. Ada yang menghubungkan bentuk menara itu dengan Candi Jago, terutama jika dilihat dari arsitektur dan kesamaan ragam hias tumpalnya seperti yang dilakukan Sutjipto Wijosuparto (1961). Ada pula yang menyamakannya dengan candi di Jawa Timur oleh Soekmono (1973), Candi Singosari oleh Syafwandi (1985), atau kul-kul Bali oleh Parmono Atmadi (1987).

Namun, Pijper mengungkapkan menara Masjid Kudus awalnya bukanlah asli milik masjid, melainkan bentuk bangunan candi dari zaman Jawa-Hindu yang digunakan dan disesuaikan kegunaannya sebagai tempat azan.

Lain halnya dengan ahli purbakala NJ Krom yang menyebutkan menara Masjid Kudus bukanlah bangunan Candi Jawa-Hindu. Menurut dia, bangunan itu memang memiliki corak candi, tetapi ia dibangun pada masa Islam dan sengaja diperuntukkan sebagai menara azan. Mungkin saja menara dibangun para tukang dan ahli bangunan Hindu sehingga bentuk bangunannya dipengaruhi secara kuat corak arsitektur Hindu (Krom, 1923: 294-295).

Pendapat Krom ini boleh jadi ada benarnya jika diamati detail ornamen bangunan menara yang hampir tidak ditemukan ragam hias berupa makhluk hidup. Artinya boleh jadi bangunan itu sudah disesuaikan dengan agama Islam yang cenderung menghindari adanya penggambaran makhluk hidup. Jika menara itu dibangun jauh sebelum masa Islam/sebelum masjid dibangun, tentu lebih logis jika ragam hias makhluk hidup bisa dengan mudah ditemukan seperti pada gapura Masjid Sendang Duwur di Jawa Timur.



Detail Menara – Permukaan bidang menara yang tampak menjadi seni tersendiri dari penataan susunan material bata ekspos. (Fotografer: Indra Yudha)



Usia menara juga merupakan keunikan tersendiri, seperti diungkapkan Pijper bahwa Menara Kudus merupakan menara masjid tertua di Jawa. Meskipun demikian, hingga saat ini belum ada yang dapat memberi keterangan kapan waktu dibangunnya secara jelas.

Jika didasarkan inskripsi berbentuk Candrasengkala dalam tulisan Jawa di sebuah balok bagian atap menara yang berbunyi "Gapura rusak ewahing jagad", arkeolog Soetjipto Wirjosuparto membacanya sebagai tahun Jawa 1 (jagad), 6 (ewah), 0 (rusak), 9 (gapura), maka berbunyi 1609 tahun Jawa atau 1685 Masehi.

Wirjosuparto memperkirakan, menara masjid dibangun sebelum tahun 1685 karena keterangan ini menunjukkan rusaknya atap menara yang kemudian diperbaiki dan diperingati dengan inskripsi tersebut. Sementara AJ Bernet Kempers memperkirakan bangunan menara dibangun sekitar awal abad ke-16 tetapi diletakkan dalam tanda kurung yang dibubuhi tanda tanya. Karena tahun itu hanya merupakan perkiraan yang didasarkan atas petunjuk sejarah politik.

***

SELAIN menara, masih banyak elemen unik lainnya yang bisa ditemukan pada kompleks masjid dan makam ini. Jika ditelusuri, terdapat banyak elemen bangunan yang berulang di berbagai tempat. Itulah gerbang yang bentuknya juga menunjukkan kaitan sangat kuat dengan seni bangunan zaman pra-Islam. Gerbang-gerbang itu menandai dan memberi batas makna ruang profan dan sakral. Komposisi tata letaknya sungguh memberikan urutan sangat menarik.

Ada dua jenis gapura di kompleks ini, yakni Kori Agung dan Bentar yang keduanya mirip seperti gapura di Bali. Gapura jenis Kori Agung membentuk suatu gunungan pada bagian atasnya, sementara bentar membentuk laiknya gunungan terbelah. Kedua jenis seperti ini juga terdapat di kompleks Masjid Mantingan atau Masjid Ratu Kalinyamat di pesisir utara Jawa Tengah.

Yang luar biasa dari gerbang ini adalah adanya sepasang gerbang purba berbentuk Kori Agung yang justru terdapat di dalam ruang shalat masjid. Konon, itulah sisa gerbang Masjid Kudus yang asli yang disebut "Lawang Kembar".

Gerbang Kori Agung – Bentuk gerbang jelas mengingatkan gerbang-gerbang bangunan Hindu. Perhatikan sekuensialnya yang berkelok karena terdapat aling-aling yang juga biasa terdapat pada kompleks bangunan Hindu. (Fotografer: Indra Yudha)



Keunikan lain adalah beduk dan kentongan pada pendopo di bagian kepala menara. Peletakan benda-benda seperti itu merupakan tata letak yang tidak lazim di masjid-masjid Jawa tradisional. Karena alat-alat yang biasa ditabuh sebelum dikumandangkan azan itu hampir selalu diletakkan di pendopo masjid sebelah timur. Wajar jika hal ini memperkuat kaitan dengan menara kul-kul Bali karena pada menara kul-kul Bali biasanya tergantung kentongan di bagian kepala menara tepat di bawah atap.

Satu lagi yang tak kalah menarik adalah tempat wudu kuno dari susunan bata merah, dengan lubang pancuran berbentuk kepala arca berjumlah delapan buah. Jumlah ini konon dikaitkan dengan falsafah Buddha, yaitu Asta Sanghika Marga (delapan jalan utama) yang terdiri dari pengetahuan, keputusan, perbuatan, cara hidup, daya, usaha, meditasi, dan komplementasi yang benar.



Pancuran Wudlu Kuno - Lubang pancuran kuno yang berbentuk kepala arca seperti ini terdapat pada tempat wudlu. Bentuk arcanya seringkali dikaitkan dengan kepala sapi yang diberi nama Kerbau Gumarang, karena binatang sapi dulunya diagungkan oleh orang-orang Hindu di Kudus. (Fotografer: Indra Yudha)

Sedangkan bentuk arca seringkali dikaitkan dengan kepala sapi bernama Kerbau Gumarang karena binatang sapi dulunya diagungkan orang Hindu di Kudus. Bahkan hingga sekarang meski mereka telah menjadi Muslim, masih memiliki tradisi menolak penyembelihan sapi yang konon warisan dari sunan kharismatik pencipta gending Mijil dan Maskumambang itu.

back

Air Terjun Monthel

Lokasi obyek wisata Colo terletak sekitar 18 Km ke arah utara dari pusat kota Kudus. Tepatnya di kawasan Pegunungan Muria, Desa Colo Kecamatan Dawe Kudus. Pegunungan Muria memiliki ketinggian ± 1.602 m dpl (di atas permukaan air laut). Di obyek wisata Colo, wisatawan dapat menikmati panorama alam pegunungan yang indah mempesona dengan udara yang bersih dan sejuk. Di kawasan obyek wisata Colo terdapat beberapa tempat wisata yang menarik, salah satunya adalah air terjun Monthel.
Air terjun dengan ketinggian ± 25 meter ini, dari Pesanggrahan Colo atau dari Masjid dan Makam Sunan Muria, dapat dicapai dengan berjalan kaki selama ± 30 menit menyusuri jalan setapak di tengah-tengah kebun kopi sambil menikmati udara yang segar dan sejuk serta panorama alam pegunungan yang asri dan indah, juga sambil menikmati alunan irama musik alam dari bunyi gemericik air terjun yang jatuh di bebatuan yang diselingi bunyi-bunyian satwa liar khas pegunungan dan kicauan burung-burung. Di air terjun Monthel, pengunjung dapat mandi atau bermain-main air menikmati sejuk dan segarnya air gunung Muria.

back

RUMAH ADAT KUDUS

Rumah adat Kudus merupakan warisan budaya tradisional yang pada saat sekarang jumlahnya di daerah aslinya Kudus sudah sangat berkurang dibandingkan dengan jaman masa kejayaannya dulu pada sekitar abad 18 M. Bangunan rumah adat Kudus beserta bagian-bagiannya yang sarat dengan ukiran tersebut, terus diincar oleh para kolektor dalam dan luar negeri sehingga satu demi satu bangunan yang bahannya 95 persen kayu jati (tektona grandis) berkualitas tinggi tersebut berpindah dari tempat asalnya di Kudus.
back

Museum Kretek


Museum Kretek di Kudus, Jawa Tengah
Museum Kretek adalah nama sebuah museum yang terletak di Kudus, Jawa Tengah. Museum kretek didirikan bertujuan untuk menunjukan bahwa kretek berkembang sangat pesat di tanah jawa khususnya di kota kudus. Di museum ini diperkenalkan mulai dari sejarah tentang kretek hingga proses produksi rokok kretek, mulai dari pembuatan secara manual sampai menggunakan teknologi modern.
Museum Kretek merupakan satu-satunya museum rokok di Indonesia. Di sana juga bisa ditemukan siapa saja tokoh-tokoh yang berperan besar dalam memajukan bisnis rokok di Indonesia.
Bangunan dan lokasi
Bangunan Museum Kretek yang berdiri di atas areal seluas 2 hektar ini terbilang sangat indah dan megah. Di depannya ada dua bangunan terpisah berasitektur rumah adat Kudus dan surau gaya Kudus. Interior Museum dipenuhi dengan patung-patung dan berbagai macam perlengkapan pembuatan rokok. Patung-patung yang apik itu adalah hasil karya seniman-seniman Kudus, khususnya dari kalangan pendidik.
Lokasi Museum ini tak terlalu sulit untuk dijangkau, baik dengan kendaraan pribadi maupun umum. Kota Kudus terletak 50 km timur Semarang, paling tidak bisa menghabiskan waktu kurang dari satu jam dari Semarang.
back

Air Terjun Colo



Di objek wisata Colo, pelancong dapat menikmati panorama alam pegunungan yang berketinggian sekitar 1.602 meter dpl (dia tas permukaan laut), yang indah dan sejuk, sehingga selain sebagai lokasi rekreasi dan tempat tujuan berziarah ke Makam Sunan Muria, Colo juga sering digunakan sebagai lokasi penyuluhan, diklat, seminar, pembinaan, serta rapat. Dibanding lokasi wisata pegunungan di Jateng lainnya yang sudah sesak bangunan, di Colo wisatawan bisa memandang seluas-luasanya hutan pinus dan tanaman keras lainnya. Tidak terlalu banyak penginapan di Colo, namun inilah yang menjadikan Colo tetap sejuk, alami, dan sangat cocok dijadikan tujuan rekreasi keluarga.
back